Undang-Undang HKPD Atasi Kesenjangan Antar Daerah di Indonesia

07-12-2021 / KOMISI XI
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan (kanan) saat Konferensi Pers berlangsung di Lobi Gedung Nusantara II, Selasa (7/12/2021). Foto: Arief/nvl

 

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan mengapresiasi proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) bersama pemerintah selama ini. Ia mengharapkan beleid baru itu dapat mengatasi problem kesenjangan yang terjadi saat ini.

 

"Ini ikhitiar bersama. Banyak kemajuan dan diskusi yang sangat produktif antar pemerintah dengan DPR RI. Kami pun juga menerima banyak masukan mulai dari akademisi, ahli dan pihak terkait lainnya," sebut Fathan saat Konferensi Pers berlangsung di Lobi Gedung Nusantara II, Selasa (7/12/2021). 

 

Legislator dapil Jawa Tengah II itu mengatakan RUU HKPD berpotensi mengatasi kesenjangan yang terjadi. "Jadi nanti tidak boleh lagi ada daerah yang sangat miskin dan sangat maju. APBN dan APBD kelak harus dapat berkontribusi bagi kemajuan nasional dan punya porsi belanja untuk layanan publik yang besar," urai Fathan. 

 

Turut hadir dalam konferensi pers itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah dan DPR telah menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang ini secara konstitusional. Dengan pengesahan RUU menjadi undang-undang, ia berharap terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata di seluruh daerah.

 

“Seperti diketahui, hubungan keuangan pusat dan daerah yang tertuang dalam APBN adalah transfer keuangan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk dana desa atau sering disebut TKDD. Dimana, TKDD memiliki peran penting dalam mengurangi ketimpangan bagi penyediaan layanan publik,” ujar Sri Mulyani.

 

Lebih lanjut ia menyatakan regulasi HKPD akan memperkuat empat pilar pelaksanaan anggaran daerah. Keberadaan beleid itu akan mengembangkan hubungan keuangan pusat dan daerah sehingga risiko ketimpangan vertikal dan horisontal dan horisontal semakin kecil.

 

Dimana, risiko vertikal meliputi ketimpangan yang terjadi antara pemerintah pusat dan kabupaten serta kota. Sementara itu risiko horisontal meliputi ketimpangan antara pemerintah daerah pada level yang sama. “Jangan ada daerah yang sangat baik memberikan pelayanan publik, kemudian ada daerah yang masih sangat jauh tertinggal,” tandas Sri Mulyani. (ah/es)

BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...